Skip to main content

Oh man, wacana lagi?

Pengacara. Satu kata yang tepat buat aku sekarang Pengangguran banyak acara, kuliah gak, kerja belum, tapi banyak acara. Obrolan skripsi menjadi lebih sering aku dan teman-teman omongin, walaupun pada awalnya "sakitnya tuh disini", sebenrnya males kalau harus bahas-bahas skripsi. Well, skripsi ku emang diulang dari awal, Tapi yasudahlah kalau ga gitu, skripsiku ga jalan-jalan.

People look me, like I have much activities, but it's doesnt like that, bahkan banyak yg nyebut aku wanita karir? Wanita karir apaan tidur bisa sampai 8 jam ampe kepala pusing. Itu membuatku terlalu tertarik sama hal-hal yang dinamakan jalan-jalan, so ketika ada yang ngajak jalan aku pasti yes.

Pagi tadi, aku setelah bertemu sama mba Cici buat ngasih BAB I ku, yap seperti biasa harus melewati koridor di RSMS, ngelewati pasien-pasien, mungkin ada kali ya 20 kali lebih aku melewati tempat itu, dan pada tahun depan mungkin jadi beratus-ratus (karena udah jadi koas, Aamiin!). Seperti biasa, aku selalu ingat sama pesan-pesan BIOPKMBku (Ospek) kalau dokter itu harus 3 S (senyum, salam, sapa) so, aku ga terbiasa dan mungkin terlalu gengsi kalau harus salam sapa sama orang yang ga ku kenal, jadi aku cuman bisa senyum2 aja. Bedanya hari ini senyumku rada dipaksa-paksa, (apalagi senyum sama satpam entah itu siapa yang komentarin kacamata ku, huh). 

Apa harus kesel atau nggak, sih? apa yaudah deh gajadi aja, atau maksa-maksa jadi? hari ini mau ke mana? di sini doang, berakhir di margono baru jam 10.30! itu yang aku pikirin pas ngelewatin koridor margono, smabil lihatin semua orang. Ada ibu-ibu dari arah berlawanan yang jalannya pincang, kayaknya sih ada masalah di kaki sebelah kanan, mungkin kelemahan. Deket ruang boungeville, ada bapak-bapak yang pake baju ok bersama kasur dan suster yang mendorong, mungkin mau op kali ya. Sedih ya? Mau ngurusin skripsi aja kami harus menemui banyak orang sakit, bukan sedih karena takut tertular, tapi sedih lihatnya, bertemu dengan orang-orang sakit, dari ringan-berat, dari akut-kronis, kita ga pernah tau apakah satu jam, satu hari kemudian mereka masih di RS? kalau enggak, kemana mereka? sembuh? atau sebaliknya..

Seperti anak kedokteraan pada umumnya, setiap melihat pasien yang "menarik" diotak kami pasti langsung memikirkan,diagnosisnya apa? kenapa bisa gitu? kira-kira ini ditangani sama dokter siapa ya? Oke, aku akui aku masih berfikiran kayak gitu, saat apapun kalau lagi di magono. Semacam ada slow motion tiap lihatin satu-satu, mengidentifikasi, kasihan, lalu mengasihi, terus janji mau belajar yang baner, tpi besoknya kuliah ketiduran. Oke, that's wacana, sama seperti hari ini, wacana. Aku mulai kesel denger ajakan teman-teman ke sini yuk, main yuk, atau malah dari orang terdekat ke sini, huft tapi nihil. Hari ini aja mendadak, hanya karena yang ikut dikit terus gak jadi? Menurutku mau sedikit banyaknya orang kalau memang kita yang cuman bertiga udah janji mau pergi, yaudah bertiga aja kalau yang lain gabisa yaudah gpp.

Sayangnya sekarang banyak banget wacana diantara kita, wacana main bareng, wacana nongki2, wacana jalan-jalan bareng. Pada akhirnya ntr kita jalan sendiri-sendiri atau sama orang lain yang berbeda.. Aku sendiri kadang-kadang juga kayak gitu sih, tapi aku mencoba untuk merubah. Kebiasaan buruk, banyak janji tapi ga ditepati, aku jadi takut gampang janji sama orang, apalagi pake embel2 InshaAllah, kalau aku ga niat udah lah mending aku bilang ngga aja sekalian. 

Hhhh,
Lagi-lagi tentang janji, menepati, mengutamakan. Bukankah janji yang pertama harus kamu tepati duluan? kecuali, kamu memang bisa ganti jadwal atau digantiin? Bukankah janji itu melibatkan waktu antar beberapa orang, beberapa orang yang sudah meluangkan waktunya untuk janji tsb? Bagaimana mungkin dengan mudah kita membatalkan? Apa ini sudah menjadi tradisi kita? karena embel2 kata inshaAllah menjadi alasan untuk membatalkan. That's is lingkungan kita, yang bertebaran dengan janji-janji, janji yang mudah diucapkan tapi susah dilakukan, wacana bukan?

Well, aku sendiri sadar kalau aku juga ga selalu menepati janji, tapi please aku udah bosan dengar kata wacana, ke sini yu hari ini jam segini, pas besok aku udah siap tiba2 gajadi, what the apa banget!
Tapi, kadang-kadang ada rasa takut juga, kalau aku terbiasanya nantinya terbiasa dengan wacana, jangan semua targetku jadi wacana deh, jangan sampai!



Semoga aja, para calon dokter Indonesia gakbiasa dengan wacana, wacana menyembuhkan, wacana bekerja keras, wacana mengabdi, wacana membangun kesehatan, terutama buat aku juga biar gak berwacana mulu.


Memang janji yang pasti itu janji Allah,


Hey




Comments

Popular posts from this blog

.

 Assalamu'alaikum, Alhamdulillah masih ada waktu walau sedikit untuk menuliskan semua gundah gulana di hati (cielah). Ternyata setelah 1 tahun setelah berada di tempat yang asing, hari-hari terasa lebih cepat berlalu dibandingkan 1 tahun pertama. Aku yang sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar (sapi yang berkeliaran, sampah yang harus dibakar, atau cuaca yg berubah-ubah seperti hatiku yang berubah-ubah). Aku jadi lebih enjoy dan lebih pasrah menangani pasien yang attitudenya membuat sakit hati (gak semuanya ya), menghadapi ketokan-ketokan maut yang bikin kaget, sabar menghadapi perawat atau bidan yang sering miss komunikasi denganku, atau menghadapi orang-orang yang unik. Semuanya menjadi lebih baik lagi setelah aku memutuskan untuk praktek di apotik teman, yang kemudian mengantarkanku mengenal banyak orang yang ternyata asik. Kegiatan-kegiatan IDI juga membuatku lebih bersemangat belajar. Ternyata berkenalan, sharing, dan saling konsul dengan teman sejawat itu bisa menjadi mo

Mencoba hidup sehat versi Heidi 2

Setelah 1 tahun menjadi vegan dengan cheating day ku sehari setiap minggu. Aku akhirnya memutuskan untuk kembali menjadi manusia omnivora, alasannya karena ditempat ku tinggal sekarang, jenis sayuran sangat terbatas dan sulit untukku memenuhi kebutuhan gizi ku. Anyways aku akan tulis tentang beberapa penelitian mengenai vegetarian di next tulisan blog ku. Oiya, vegetarian dan vegan itu beda ya. Vegetarian adalah hanya makanan sayur (plant-based) dan tidak makan hewani, contoh daging ayam, sapi, ikan tapi masih mengonsumsi makanan-makanan yang asalnya dari hewani, contoh telur, susu, keju, madu. Nah kalau vegan tidak mengonmsi makanan jenis apapun yang berasal dari hewani. Kesimpulanya vegan hanya makan sayur dan buah-buahnya saja.  Kalau aku sendiri pengalaman jadi vegan itu benar-benar mendetok tubuhku. Nafsu makan sama makan-makanan receh pun berkurang dratis setelah memutuskan jadi vegan. Tapi, berat badan bukan lagi jadi tujuan utama. Karena kalau fokus sama BB kita hanya fokus sam

Mencoba hidup sehat versi Heidi

 Assalamu'alaikum,  Akhir-akhir ini masyarakat sudah banyak yang sadar dan "mencoba" pola hidup sehat, terutama di daerah perkotaan. Alih-alih ingin sehat, turunnya timbang badan juga merupakan tujuan utama orang-orang mengubah pola hidupnya. Sejak tahun 2018 begitu pindah dari kota belajarku tercintah (Purwokerto) ke Jakarta. Aku mengalami perubahan dratis pola makan, menjadi sangat tidak sehat. Minuman boba, es kopi ala2 kenangan masa lalu yang suram, atau fast food yang tinggal kepeleset dapet membuatku kalap. Dari yang setiap minggu lari sore menjadi setiap minggu minum boba dan makan gorengan, Berat badanku yang masih di angka 50an melonjak dratis ke angka 60an. Sampai-sampai masalah jerawat yang sudah solved tiba-tiba muncul lagi dan muncul berbagai macam alergi kulit lainnya. Antibiotik yang awalnya fine2 aja tiba2 bikin alergi. Sampai pada akhirnya tubuhku memborantak, luka kecil di kaki berubah jadi eksim parah yang menyerang seluruh tubuh, sampai banyak yang men