Assalamu’alaykum, hari ini saya
akan menceritakan kisah 5 gadis bersahabat yang harus berpisah untuk mengerjar
mimpi mereka masing-masing, yg akhirnya di hari itu dapat dipertemukan
kembali..
Hari, itu sore-sore gadis
berkerudung orange berlari sambil melambaikan tangannya kepada gadis yang satu
lagi berkerudung abu-abu yang menggunakan motor matic.
“Isah!!” panggil gadis itu yang
bernama Dewi yang langsung mendekap erat Isah.
“Wi, Nurulnya masih di kampus
nih, gimana dong? Kita belum masak looh” rupanya Isa, Dewi, dan ke 3 teman
lainnya berencana untuk buka bersama hari itu, di rumah Nurul dengan hidangan
yang akan mereka sajikan sendiri.
Pukul 16.30 Isa dan Dewi telah
sampai di depan rumah Nurul, untung saja Nurul pada saat itu juga sudah datang.
“Dewiiii, Isaaaaaaa. Iiiiiih kangeeeeeeen!!!!!
Udah nunggu berapa lama di depan sini?” teriak Nurul
“Nuruuuuul! Udah 1 jam.” Jawab
Dewi sambil ketawa-ketiwi.
Ketiga gadis itu pun langsung
memasuki rumah Nurul dan memulai kegiatan masak memasaknya.
“Isa, bener kalian nunggu 1
jaaam?” tanya Nurul
“Engga kok, boongan, hehehe. Baru
sebentar nunggunya.” Sahut Dewi
Sambil bercakap-cakap Isa, Nurul,
dan Dewi sibuk mengerjakan pekerjaan masaknya masing-masing. Nurul sibuk
membuat es buah tanpa susu, Dewi sibuk memotong jagung dan yg lainnya,
sedangkan Isa sibuk membersihkan jamur. Dewi dan Isa sangat percaya diri bisa
memasak sendiri, padahal mereka minim sekali pengalamannya dalam masak memasak
apalagi Dewi.
“Eh, Dew bisa masak ayam kan?
Ayamnya gorengin dong!” kata Nurul
“Bisa kok bisa. Palin nanti kyk
perang” Jawab Dewi pede.
Tiba-tiba Ibu Nurul datang,
beruntunglah mereka karena kedatangan ibunya Nurul ini membantu sekali. “Kalian
tau ga, Nurul jago masak loooh.” Kata ibu Nurul.
“Nah, kalau jago masak berarti
ini harusnya Nurul yang masak dong!” sahut Isa
“Kalian percaya ga kalau aku jago
masak?” jawab Nurul
“Aku percaya!” seru Dewi
“Yah, kalau percaya berarti gak
usah dibuktiin lagi kan?” kata Nurul
“Eh, engga
ding aku gak percaya!” kata Dewi. Mereka pun tertawa. Tidak beberapa lama
kemudian datanglah Yanti dan Dillah, kedua sahabat mereka yang lain. Beberapa
menit setelah kedatangan mereka adzan pun berkumandang.
Diawali dengan
doa bersama-sama yg dipimpin ayah Nurul, mereka menyeruput air putih, mengambil
satu buah kurma, dan menikmati es buah tanpa susu yang enak banget. Setelah itu
mereka sholat berjamaah.
“Ayooo yang
wudhu duluan jadi imamnya.” Kata Isa tiba-tiba. Sambil senyam senyum ke arah
Dewi yang wudhunya paling terakhir.
“Engga ah, gak
mau, gak mau ih gak mau ih pokoknya!!” jawab Dewi sambil berdiri kearah Dillah
yang diujung maksudnya biar gak jadi Imam.
“Udah sa, kamu
uda tadir mutlak jadi imam sekarang.” Kata Yanti.
Akhirnya
shalat berjamaah pun diimami oleh Isa, seperti jaman mereka SMA dulu kalau
bukan Isa atau Nurul yang jadi imam. Setelah shalat mereka makan bersama ibu
Nurul, sambil berbincang-bincang. Ibu Nurul ada sosok ibu yang gaul, yang lucu,
dan enak diajak mengobrol sama sahabat-sahabat Nurul.
“Wah, enaknya
masih klop sampai sekarang? Emg ketemuanya tiap kapan? Eh udah nanti nginep
sini aja ya biar temu kangen, nanti tidur bareng di mushola.” tanya ibu Nurul.
“Tiap liburan
semester ibu. Wah kami gabisa bu” Jawab mereka.
“Eh, jangan
pulang dulu ya ngobrol dlu” kata Nurul.
“iya, ngobrol
dlu aja masa cmn sebentar.” Tambah ibu Nurul sambil berjalan keluar.
Tiba-tiba hp
Isa berbunyi.
“Telpon dari
siapa sah?” tanya Yanti.
“Dari si
adek.” Jawab Isa. Nurul, Yanti, dan Dillah secara sembunyi menguping
pembicaraan Isah dan adiknya. Well,
ternyata si adiknya Isa ditelepon sedang menangis sambil marah-marah sama Isa,
ya tentu saja keempat gadis lain yang mendengar pembicaraan tersebut
tertawa-tawa.
“Kenapa adek
kamu sah?” tanya Dillah.
“Dia, emg gitu
di rumah sendiri takut kalau gak ada aku.” Jawab Isa sambil menutup teleponnya,
dan tertawa.
“Eh, coba
kalau ada Nur sama Novi yaaa.” Kata Isa
“Iya yaaa...
tahun depan meraka pulang ke indo kok.” Jawab Dewi.
“Eh, Novi
jadinya masuk jurusan apa? Katanya diterima di tempat yg lebih bagus drpd tahun
kemaren.” tanya Nurul
“Aduh gak tau
apa, kalau gak salah PPDS eh bukan bahasa turky.” Jawab Yanti.
“Mungkin,
desain kali ti, soalnya dia bilang dia daftar desain juga, hebat ya Novi tau
gak? Dia jadi pembicara gitu tentang fasion2 di turky.” Kata Nurul.
“Eh, tau gak?
Si Nur juga kemren abis nnton gitu di stadion bola, korea sama apa gitu.. Nih
fotonya!” sahut Isa sambil menunjukkan foto stadion bola yang di tonton Nur.
“Waaaah,
hebatnyaaaa...” Dillah dan Dewi kagum.
“eh, cerita
dong cerita.” Kata Isa
“Ayoo yang tua
duluan.” Kata Dewi
“Eh, yang baru
ulang tahun dooooong! Oiya, jadi di mau dikasih kado tulisan doa tea?” jawab
Nurul merasa tersinggung karena dia yang paling tua di sana.
“hah, hadiah
apa?” tanya Dillah.
“Itu loh, Dewi
kan pingin kado, terus aku bilang kadonya doa, eh dia pingin yang bisa
dipegang, yaudah aku bilang doa yang ditulis di kertas. Hahaha” jawab Nurul
“Huu.. aku
pinginnya hadiah yang berkesan.” Jawab Dewi ketus. Untuk sekian kalinya mereka
tertawa bersama-sama.
“Eh, mau ikuta
mabit ga?” tanya Syifa sambil menyodorkan selembar kertas brosur mabit.
“Oiyaaa..
mabit bareng yuuuuk!” jawab Dewi
“Eh, eh, eh di
DT sekarang 1 juz loh, kayak di Habib!” sela Isa
“Wah, yang
bener?” jawab Dillah.
“Iya satu juz,
kalau 11 rakaat itu pulang jam 9 kalau 23 pulang jam 10 lebih. Nah, di sana itu
ada 2 hafidz yang satu yang ngimamin di depan yang satu yang di belakang
benerin bacaan kalau ada yang salah.”
“Terus, yg di
blkg baca al-quran?” tanya Nurul
“Engga, mereka
kan hafidz, kalau makmumnya sih baca al-quran.” Jawab Isa.
“Iiiih, hayu
kita ngeitiqaf bareng!”.
“Oiya, kalian
mentoring gak?” tanya Isa
“Aku gak
mentoring tapi liqo, terus liqonya sama anak beda jurusan jadi harus ke kmps
pusat gitu, makanya kdg ga dtg, jauh sih. hehe” Keluh Dewi
“Yah, kalau
aku mulai dari awal lagi, mentoring gitu.” Kata Dillah
“Kalau aku
sekolah di pusdai.” Jawab Nurul
“Kalau aku
sih, untung tetehnya baik jadi dia yang ke kampus. Hehe.” Sahut Isa.
Setelah
perbincangan kecil itu mereka lanjutkan dengan shalat isya berjamaah lagi.
“Yang, wudhu
terakhir imaan!!” seru Dewi yang rupanya tidak ingat kalau beberapa menit tadi
dia mengelak untuk menjadi imam karena wudhu terakhir. Seperti pada
shalat-shalat berjamaah lainnya, mereka pasti berebut untuk menjadi makmum,
jarang-jarang ada yang berinisiatif sendiri untuk menjadi imam pasti harus
dipaksa, mungkin bagi mereka menjadi imam itu adalah kengerian sendiri, tidak
pede kek, atau apalah. Nah, kali ini Nurul yang menjadi imam.
Pukul 19.45
mereka selesai shalat berjamaah.
“Eh, baca ini
dulu ini sa!” suruh Nurul. Maka Isa pun membaca doa Rabitah, diikuti dengan
ke-4 sahabat nya. Setelah Isa membaca dilanjutkan dengan Dewi yang membaca
artinya, lalu Yanti.
Dalam bacaan
tersebut, ada sebuah kalimat yang bunyinya kurang lebih begini (eh, tapi jangan
mengartikannya gini juga ya, menurutku yang aku hayati dari ayat ini) Ya Allah,
kami disini berkumpul untuk beribadah kepadamu, maka kuatkanlah ikatan kami,
langgengkanlah kami. Ternyata doa ini menyentuh hati ke-5 gadis itu.
“Kalian
ternyata ini artinya dalem banget yaaaaa...” kata Isa.
“Sini kita
pelukan.” Jawab Dewi. Maka, berpelukanlah ke-5 gadis itu, mengingat masa SMA
bersama-sama, mengingat masa mentoring dengan Murabbi tercinta. Bahkan jatuh air
mata dari mata-mata mereka yang indah, segala rindu tercurah kah saat itu juga,
segala puji dan syukur dipanjatkan saat itu karena mereka merasa beruntung
menemukan sahabat-sahabat yang luar biasa. Ingin rasanya mereka membawasahabat
mrk ini kuliah di tempat yang sama seperti jaman SMA dulu, selalu bersama.
Saat itu, hati
yang telah jauh menjadi dekat kembali, mata yang kering menjadi basah, hati
yang penuh dengan rasa sirik dan keluh kesah menjadi selalu bersyukur, rindu
yang tak terasa kini terasa semakin besar, di saat itu mereka berharap seperti
dulu lagi, di SMA tercinta mengenakan baju putih abu-abu, tertawa bersama,
muhasabah bersama di sebuah gubuk kecil yang berada di sudut sekolah mereka,
mereka menamakannya “Al-Ghifari”.
Bagi gadis
berkerudung orange, ini bukan sekadar pertemuan, ini merupakan hal yang paling
indah selama ramadhan yang dia rasakan tahun ini. Ia mengingat kembali
mimpinya, mengingat kembali tekadnya, terkumpul lagi semangatnya, ya dia yakin
tidak ada yang tidak mungkin. Ia bersyukur di saat-saat di mana dia mulai
melupakan tujuannya, ia diingatkan kembali oleh ke-4 sahabatnya. Sungguh
persahabatan yang indah, yang membuat mereka selalu mengingat-Nya, yang di saat
mereka jatuh mengingat persahabatan ini membuat mereka menjadi kuat.
Bukan, ini
bukan sekedar persahabat seperti di film-film atau di sinetron-sinetron, ini
persahabatan yang benar terjadi adanya, yang tidak terputuskan, yang penuh
tangis dan tawa, yang penuh akan mimpi-mimpi yang hebat, yang penuh dengan doa,
yang diniatkan pada satu tujuan, mengharap ridha-Nya.
“Eh, pokoknya
kalian harus jadi kyk abi aku sama temennya yaaa, sampai tua masih sahabatan!”
janji Isa.
Buat satu-satu
ya, Ana Uhibbukifillah, :P
Comments
Post a Comment