Skip to main content

Di bawah Rindang Pohon itu

Malam itu, tepatnya tengah malam itu ketika bulan terlihat begitu besar dan bulat, seorang gadis duduk di sebuah taman di depan rumannya. Hari itu, tepatnya pukul 12.01 genap sudah umur gadis, itu namanya adalah Leona. Ia adalah gadis campuran Jawa-Cina, matanya yang sipit, dan kulitnya sawo matang menyatu dengan kegelapan malam itu. Tidak seperti kebanyakan gadis lainnya, gadis manis itu tidak menyiapkan apapun jenis pesta ulang tahun ke 18,  bahkan dia tidak mengharapkan satupun ucapan selamat dari siapapun.
Gadis itu duduk di kursi tepat di bawah pohon, yang tingginya tidak lebih dari 3 meter, ia menggunakan jaket berwarna hitam, dengan celana training hitam. Rupanya gadis itu sedang membaca sebuah buku, selama hidupnya 3 tahun berturut-turut ia selalu membaca buku setiap harinya. Selebihnya ia hanya mengerjakan apa yang perlu ia kerjakan, begitu suram. Mimik wajahnya yang begitu sayu dan terlihat muram, membuatnya hilang diantara pohon dan semak-semak di taman malam. Posisi duduknya pun sudah lebih dari 1 jam tidak berubah-ubah, gadis itu yang dulu sangat membenci membaca kini terpaku bagaikan patung hanya karena membaca buku, tepatnya novel.
Diawali dari hari pertama kalinya ia masuk SMA, proses perubahan demi perubahan gadis itu di mulai.
Di bawah terik siang matahari, di dalam kelas. Anak-anak ABG, yang baru memulai proses pendewasaannya, kini telah memasuki tingkat tertinggi dari Sekolah Menengah. Baru 1 minggu mereka berada di sekolah ini, sebuah sekolah elit yang tidak memandang rendah terhadap orang-orang yang tidak mampu. Saat itu anak kelas X masih harus bersekolah siang hari, di kelas itu di bangku paling depan ke 2 dari pintu. Seorang gadis berambut panjang, dan berponi duduk di sebelah gadis anggun nan cantik yang berkerudung. Namanya Adelia, gadis hitam manis itu, tidak semenit pun bisa duduk di posisi yang sama. Usia baru 15 tahun, hari itu dengan wajah yang ceria dan mimic wajahnya yang begitu bergembira, dia bahagia karena hari itu adalah hari ulang tahunnya.
Di situlah, di kelas itu ia memulai persahabatannya dengan Flo, Beni, Rima, Della, Bagus dan Sinta. Di masa kebahagiannya itu, gadis lugu itu berubah menjadi sombong, angkuh dan congkak. Maka tak heran, tidak banyak orang yang menyukainya karena kata-katanya begitu sadis. Namun keadaan itu tidak berlangsung lama.
Pada ulang tahunnya ke 16 ― hari ke 2 dia berada dikelas XI ― adalah hari yang sama dimana kedua orang tuanya bercerai. Dia bersama adik kecilnya tinggal bersama ibunya. Sedangkan 2 kakak laki-lakinya tinggal bersama ayahnya. Mulai dari hari itu, sifat sombongnya mulai runtuh, digantikan dengan sifat pemalu dan penyendirinya. Gadis yang dulu begitu bersemangat bertemu dengan teman baru kini hanya sekedar tersenyum setengah ikhlas kepada teman-teman barunya di kelas itu. 


 Kehidupannya tidak sejaya dulu, rumah gedongnya yang dirampas bank, mobil yang di dambakan akan digunakan pada ulang tahunnya yang ke 17 juga dirampas rentenir dengan pakain formal itu. Ayahnya yang sejak dulu menyombongkan diri, kini hanya tinggal bertiga di sebuah rumah bertipe 21, tanpa istri. Dan ibunya yang begitu glamour kini, tinggal di sebuah rumah peninggalan Belanda peninggalan nenek-kakeknya. Dan yang paling membuatnya tertekan dengan keberadaan adiknya yang suka merusak barang dan memukulinya. Ah, tapi setidaknya gadis manis itu masih bisa tersenyum ikhlas.

“Del, aku jemput ya pulangnya?”
“Hah? Kamu ga sekolah apa?” jawab Adel dari smart handphonenya itu.
“Sekolah lah ini aku lagi istirahat, aku bawa motor nih mau ya?”
“Enggak nga, ga usah. Mama jemput aku kok”
“Oh gitu, eh aku uda masuk. Dadah Adel”
                Hari itu memang guru fisika tidak masuk ke kelas Adel. Adel duduk dengan Ray di depan meja guru. Menelepon teman SMPnya, Erlangga. Cowok terkenal dari sebuah SMA elit, yang telah menyukai sejak SMP, bahkan Adel pun tak abis pikir mengapa. Padahal, ia tidak terlalu cantik, dia hanya manis itupun kalau tersenyum menurutnya seperti itulah adanya.

Bersahabatannya dengan teman-temannya kian lama kian berkarat, kini gadis itu selalu sendirian di sekolahnya. Kehadirannya Ray, teman cowok yang baru dikenalnya karena ia ikut Club English membuat kehidupannya mulai ceria lagi, tapi tidak, tidak untuk di rumah.
“Hah, kalau tau guru fisikanya gada mending gue lansung cabut aja.” kata Ray sambil ngeloyor ke meja
“Ah, lu, kerjaiin nih tugas masa gue aja, udah bahan-bahan buat lomba CC besok gue yang nyari lagi!” jawab Adel.
“Halah, lukan enak bisa ol sambil chattingan ama pangeran lu.. siapa tuh namanya Erlangga, ah lu  yang suka ama lu tu pada aneh semua tau ga!” Ray menjawab sambil menjulurkan lidahnya.
“Ah, peduli.. lagian gue, gue gak berharap ama dia, eh pulang anterin gue ya?”
“Hah? Anterin lu, gila atau apa sih lu tadi diajak sama si Erlangga bilangnya di jemput” jawab Ray ketus. Cowok itu yang kalau dilihat dari luar bergitu karismatik, tapi kalau mengenal lebih dalam dia akan terlihat seperti cowok setengah cewek.
“Ya, kan lu tahu gue gamau bikin dia berharap. Lagian gue kan sukanya ama Beni temennya”
“Kenapa? Karena dia kaya, dan dia pernah janji buat ngeluarin kamu dari Indonesia? Del, lu tau kan Beni itu sukanya ama Flo dan Della bukan ama lu. Dia itu sumpah tepe alias tebar pesona!”
“seenggaknya dia janji bakal bantuin aku dapet beasiswa si Oxford”
Bel pulang pun berbunyi, Ray dengan setengah ikhlas mengantarkan Adel ke rumahnya, di depan rumahnya sebelum Adel membuka pagar, dia melihat ayahnya sedang bertengkar dengan ibunya, dan gadis ABG berumur 14 tahun, yang berdiri dibelakang ayah ibunya menangis-menangis seperti anak berumuh 2 tahun. Adel tanpa banyak bicara naik ke motor. Ray yang mengerti apa maksud Adel langsung menyalakan mesin motornya dan pergi bersama Adel.
Di sebuah taman kota mereka berhenti, Ray yang terburu-buru karena ada acara lain meninggalkan Adel sendirian di taman itu. Adel yang kini telah berubah banyak, membuka isi tas nya dan mengeluarkan novel tebal dengan kover buku berwarna hitam, duduk dikursi taman kota itu dan membaca buku itu. Tak beberapa lama kemudian, ada seorang cowok yang duduk di sebelahnya, hal itu tidak begitu menganggunya tapi cowok itu mengubah posisi duduknya terus menerus dan membuat kursi yang didudukinya ― juga Adel ― bergerak-gerak.
Adel yang tidak tahan dengan gangguan itu, langsung menutup bukunya dan melihat wajah cowok itu dengan sinis.
“Adel? Aku kira siapa? Sejak kapan sering kesini?” Tanya cowok yang berpostur seperti model itu.
“Eh, ngga. Sebernanya sih kalau lagi ada masalah aja, hehe” jawab Adel kaget.
“Kamu, ada masalah? Sejak kapan? Cewek cerewet kayak kamu punya sahabat?”
“Sejak jaman Antlantik belum tenggelam, eh nga sory ya gue harus pulang.”
“Okedeh, padahal gue seneng kalau ada temen di sini.”
Dan akhirnya gadis itu pun berdiri, dan berjalan lurus tanpa menorah kebelakang, dipipinya dipenuhi tetesan air matanya. Tapi ia terus berjalan tanpa henti
Setelah 15 menit perjalan dengan menggunakan angkot ke rumahnya akhirnya diapun sampai. Kini matanya sembab, dan terlihat sipit, hidungnya merah. Sebelum dia menginjak kakiknya di rumah, dia mendengar suara adiknya, Ayu yang begitu keras, seperti anak berumur 5 tahun yang kelaparan, bahkan lebih dari itu.
“Ayah, udah pulang? Kenapa lagi bertengkar? Liat tuh si adek nangis terus, bu.”
“Biasa, ayahmu mau ambil hak asuh kalian. Padahal ibu uda ngalah kan? Ga cukup apa kakak kalian dua-duanya sama dia, kayak yang bisa ngebiayaiin aja. Tuh masih ada di kebun, lg ngomong ama om.”
“Yaudahlah, besok Adel ada lomba Cerdas Cermat, Adel mau belajar.”
Lalu, gadis itu langsung masuk ke kamarnya, dan belajar. Namun dia sama sekali tidak bisa kosentrasi dengan pelajarannya. Suara adiknya yang nangis semakin berlarut-larut. Karena emosi dia membanting pintu kamar, dan pergi ke kamar adiknya.
“Dek, diam dong mbak mau belajar.” Kata Adel dengan sabar.
“Diem lu, jangan banyak bacot gimana gua mau nangis ampe ga bisa ngomong itu semua gimana gua!” bentak Ayu sambil melemparkan sendok dari dalam gelas yang sedang dimainkan Ayu. Dan melempar beberapa benda yang lebih berat dari sendok tadi, ke arah Adel. Adel terlambat menghindari benda yang dilemparkan oleh adiknya itu. Benda itu terpental dikepalanya tepat di tempurungnya, membuat darah segar mengalir ke pipinya. Adel menahan tangis, lalu berlari menuju kebun untuk meminta pertolongan dari ayahnya.
“Ayah, tolong Ayu ngamuk! Dia..” kaliamat itu terhenti ketika Adel menyadari bahwa tak satupun kalimatnya didengar orang lain di sana. Karena di sana ayahnya dan ibunya sedang bertengkar bebas, saling memaki, sesekali ayahnya hendak memukul ibunya, dan yang lebih parah lagi, di depannya, tepat di samping pintu menuju ke kebun omnya tergeletak, dengan wajah yang memar-memar.
Malam itu, sudah puku 19.00 gadis itu berlari ke kamarnya dan mengambil jaket, lalu pergi berlari keluar rumah, 30 menit kemudian dia sudah berada di taman. Kini wajah gadis itu benar-benar dilumuri keringat darah, gadis itu lalu duduk di tempat duduk yang ia duduki sore tadi. Ia menangis sejadi-jadinya. Tapi, tiba-tiba tangan besar dan kekar menepuk bahunya.
“Del, kamu kenapa? Itu itu darahkan? Ini gue Erlangga, gue tadi ketiduran di taman jadi gue belum pualng. Del?? Jawab doong.” tapi gadis itu tidak menjawab dia malah diam, menghentikan tangisannya.
“Keluarkan aku dari tempat ini, ajak aku pergi!” teriak Gadis itu.
“Tapi, aku ga mungkin del. Kalau orang tua kamu tau gimana?”
“Aku ga peduli! Sakit tau ga? Setiap hari kepala aku pusing nga, denger suara adikku yang nagis, dan kadang-kadang ibu ama ayah aku bertengkar abis-abisan. Udah gada lagi yang peduli sama aku di tempat ini ga ada!!! Sahabat aku juga mereka semua ga ada solidaritas sama sekali, aku benci nga, benci sama semua yang ada di tempat aku berada sekarang!”
“Del, del sabar”
“Plis nga, plis, kemanapun”
Lalu cowok berpostur model itupun menundukkan badannya, dan memeluk Adel.
“Apapun yang kau mau, aku akan melanjutkan kuliah di Amerika, kalau memang kamu mau pergi sama aku. Aku bisa langsung pindah ke Amerika, dan melanjutkan SMA disana, besok.”
Lalu Erlangga melepaskan jaketnya dan menyelimuti Adel dengan jaket besarnya itu. Dia lalu memimbing Adel untuk berdiri, dan membawanya ke rumahnya.

Dan setelah hari itu, Adel tinggal di rumah Erlangga yang hanya tinggal sendiri bersama pembantunya. 2 hari kemudian, mereka pergi ke Amerika. Di negeri paman Sam itu lah Adel mengubah namanya menjadi Leona. Gadis itu tak banyak bicara, dan teman kecilnya lah yang selalu membelikan buku-buku novel untuk dirinya, merawatnya, melindunginya dan menyayanginya. Erlangga cowok yang cintanya sama sekali tidak dibalas Leona, harus mengantarnya pulang ke Indonesia sebulan sekali, dan menungguinya duduk di bawah sinar bulan purnama di kursi taman, yang berada di bawah pohon kecil itu.
Dan hari ini, Erlangga sengaja membawa Leona kembali ke Indonesia, untuk menemani gadis itu  membaca di bawah pohon rindang itu tepat di ulang tahun gadis itu yang ke 18. Karena, pada hari itu pula dia akn melamar gadis itu, gadis yang dicintainya sejak pertama kali bertemu.

Comments

Popular posts from this blog

.

 Assalamu'alaikum, Alhamdulillah masih ada waktu walau sedikit untuk menuliskan semua gundah gulana di hati (cielah). Ternyata setelah 1 tahun setelah berada di tempat yang asing, hari-hari terasa lebih cepat berlalu dibandingkan 1 tahun pertama. Aku yang sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar (sapi yang berkeliaran, sampah yang harus dibakar, atau cuaca yg berubah-ubah seperti hatiku yang berubah-ubah). Aku jadi lebih enjoy dan lebih pasrah menangani pasien yang attitudenya membuat sakit hati (gak semuanya ya), menghadapi ketokan-ketokan maut yang bikin kaget, sabar menghadapi perawat atau bidan yang sering miss komunikasi denganku, atau menghadapi orang-orang yang unik. Semuanya menjadi lebih baik lagi setelah aku memutuskan untuk praktek di apotik teman, yang kemudian mengantarkanku mengenal banyak orang yang ternyata asik. Kegiatan-kegiatan IDI juga membuatku lebih bersemangat belajar. Ternyata berkenalan, sharing, dan saling konsul dengan teman sejawat itu bisa menjadi mo

Mencoba hidup sehat versi Heidi 2

Setelah 1 tahun menjadi vegan dengan cheating day ku sehari setiap minggu. Aku akhirnya memutuskan untuk kembali menjadi manusia omnivora, alasannya karena ditempat ku tinggal sekarang, jenis sayuran sangat terbatas dan sulit untukku memenuhi kebutuhan gizi ku. Anyways aku akan tulis tentang beberapa penelitian mengenai vegetarian di next tulisan blog ku. Oiya, vegetarian dan vegan itu beda ya. Vegetarian adalah hanya makanan sayur (plant-based) dan tidak makan hewani, contoh daging ayam, sapi, ikan tapi masih mengonsumsi makanan-makanan yang asalnya dari hewani, contoh telur, susu, keju, madu. Nah kalau vegan tidak mengonmsi makanan jenis apapun yang berasal dari hewani. Kesimpulanya vegan hanya makan sayur dan buah-buahnya saja.  Kalau aku sendiri pengalaman jadi vegan itu benar-benar mendetok tubuhku. Nafsu makan sama makan-makanan receh pun berkurang dratis setelah memutuskan jadi vegan. Tapi, berat badan bukan lagi jadi tujuan utama. Karena kalau fokus sama BB kita hanya fokus sam

Mencoba hidup sehat versi Heidi

 Assalamu'alaikum,  Akhir-akhir ini masyarakat sudah banyak yang sadar dan "mencoba" pola hidup sehat, terutama di daerah perkotaan. Alih-alih ingin sehat, turunnya timbang badan juga merupakan tujuan utama orang-orang mengubah pola hidupnya. Sejak tahun 2018 begitu pindah dari kota belajarku tercintah (Purwokerto) ke Jakarta. Aku mengalami perubahan dratis pola makan, menjadi sangat tidak sehat. Minuman boba, es kopi ala2 kenangan masa lalu yang suram, atau fast food yang tinggal kepeleset dapet membuatku kalap. Dari yang setiap minggu lari sore menjadi setiap minggu minum boba dan makan gorengan, Berat badanku yang masih di angka 50an melonjak dratis ke angka 60an. Sampai-sampai masalah jerawat yang sudah solved tiba-tiba muncul lagi dan muncul berbagai macam alergi kulit lainnya. Antibiotik yang awalnya fine2 aja tiba2 bikin alergi. Sampai pada akhirnya tubuhku memborantak, luka kecil di kaki berubah jadi eksim parah yang menyerang seluruh tubuh, sampai banyak yang men