Tulisan saya didedikasikan untuk pengalaman pribadi saya yang muak dengan orang-orang yang percaya dengan “kebiasaan” hal buruk, yang muak dengan orang-orang malas yang tidak mau keluar dari zona nyamannya, yang kesal dengan diri saya sendiri yang ternyata masih stuck disitu-situ saja.
Kebiasaan buruk, seperti buang
sampah sembarang, simpan barang sembarangan, atau bahkan tidak mengembalikan
sesuatu ke tempat asal adalah hal sepele yang sangat berdampak besar. Kebiasaan
seperti ini seharusnya tidak tumbuh di kalangan petugas kesehatan. Mulai dari
dokter sampai dengan pahlawan kesehatan yang menurut saya sangaat penting,
yaitu cleaning service. Bukankah dalam mewujudkan kesehatan bersama
perlu didahului dengan kesehatan individu? Maksud saya disini adalah kepedulian
individu terhadap kesehatan itu sendiri.
Saya adalah orang yang percaya
bahwa kesehatan diawali dari hal-hal yang bersih. Dalam prinsip aseptic anti
septic yang kami lakukan saat melakukan tindakan steril, sebisa mungkin bebas
dari pathogen sangat identic dengan kebersihan. Sebelum dilakuakan tindakan
daerah pembedahan diberikan alcohol 70% dilanjutkan dengan pemberian povidone
iodine. Lebay ya? Tapi prinsip ini dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi.
Harus bersih to? Sama seperti kami kaum perempuan yang diwajibkan menganti
pembalut sesering mungkin untuk mengurangi risiko infeksi saluran kemih, atau
infeksi jamur. Atau Ketika dokter memberikan edukasi kepada pasien jamuran,
kudisan, kutuan untuk menjaga hygiene dan kebersihan diri.
Maka, menurut saya menuntut
kebersihan dari seorang tenaga kesehatan adalah hal yang penting. Menciptakan
lingkungan fasilitas kesehatan yang bersih adalah kewajiban. Tentu bukan hanya cleaning
service yang membersihkan tapi semua karyawan bahkan pasien yang berkunjung
pun wajib menjaga kebersihan lingkungan faskes. Buang sampah ditempatnya,
simpan barang sesuai dengan tempatnya, dan mengembalikan semua barang yang
dipinjam adalah krusial menurut saya.
Lingkungan yang kotor (karena
sampah berserakan, terutama sampah makanan) dapat menimbulkan bau-bau yang
tidak sedap, disusul dengan lalat-lalat, lalu diakhiri dengan munculnya
pathogen-pathogen baru. Atau kasus kedua dan ketiga barang yang dipinjam atau
barang yang dipakai tidak dikembalikan ke tempat asal, Ketika dicari saat ada pasien
darurat, kewalahan to? Mencari-cari kebingungan, menyianyiakan energi yang
seharusnya bisa disimpan untuk menyelamatkan pasien.
Lalu, kenapa semua itu bisa
terjadi? Malas, membuat orang sulit untuk melangkah membuang sampah. Malas,
membuat orang nyaman dengan budaya tak acuh, budaya bodo amat. Hal ini yang
kadar tidak disadari, tapi kalau dipikir-pikir. Kita malas ya? Saya juga, dalam
banyak hal.
Andai saja, kita bisa
menghilangkan rasa malas dan mencoba menjadi lebih acuh terhadap lingkungan
kerja. Fasilitas kesehatan yang bersih, rapih, dan enak dipandang pasti akan
terwujud. Saya yakin semua karyawan akan nyaman dan mudah mencari barang-barang
ketika dibutuhkan secara darurat. Sikap acuh ini yang juga nanti membuat
orang-orang menjadi lebih peduli terhadap dirinya sendiri, sesama karyawan, dan
juga pasien.
Menurut pandangan saya, semua
tenaga kesehatan, semua warga fasilitas kesehatan, sebelum mengajak dan
memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, harus menjadi contoh terlebih
dahulu. Dirinya dan lingkungan kerjanya harus terjaga, bersih dan rapih, tidak
harus mahal atau mewah. Saya yakin sifat yang awalnya tumbuh dari lingkungan
kerja lama kelamaan akan mekar lalu menularkan kepada lingkungan sekitar atau
bahkan keluarga.
Berubahlah menjadi lebih baik.
Semoga Allah menjaga semua nakes di Indonesia.
Heidi
Comments
Post a Comment