Skip to main content

Adaptasi 1

7/3/21

 

Sudah lebih dari 1 bulan saya tidak menyentuh blog atau menulis apapun. Saya terlalu disibukkan dengan pembekalan dilanjut dengan adaptasi yang ternyata sulit. Hal-hal yang perlu saya ingat untuk disyukuri adalah kehadiran teman-teman team, Vani, Yola, Febi, dan Bubi yang begitu membantu dan mensupport saya. Akhir-akhir ini ada sebuah masalah datang pada kelompok kami, tepatnya pada saya. Sebuah media massa memberitakan berita yang bisa merusak nama baik Puskesmas, terutama postingan salah satu rekan pasien yang mengancam nama baik saya juga.

Lagi-lagi, kalau bukan di blog saya, dimana tempat saya mengeluarkan pikiran rumit, pikiran blunder yang terus membuat saya sedih akhir-akhir ini. Kalau dipikir-pikir mungkin hampir seluruh isi blog isinya adalah kegalauan saya. Gapapa lah ya, ini gunanya blog to?

Kembali ke masalah utama, secara garis besar hal ini terjadi karena KIPI (Kejadian ikutan pasca imunisasi) pada salah satu pasien kami. Yang ternyata membawa instansi kami terpanpang disalah satu media online di daerah sini. Kesal, sedih, dan juga marah. Kenapa begitu mudah menyalahkan sebuah instansi kesehatan? Mengapa begitu mudah menyudutkan tenaga kesehatan? Padahal tujuan kami kan untuk mencapai kesehatan bersama. Bukan karena uang, karena pamer, atau karena jabatan. Buat saya itu tidak berarti. Bahkan saya rela meninggalkan kehidupan yang sudah mapan di Jakarta demi mengabdi. Jahat, pikir saya. Inikah yang membuat orang-orang malas mengabdi? Atau memang mental saya masih tempe?

 

Kalau kata orang-orang sini, hal seperti ini adalah hal yang biasa. Pasien dengan mudah tanpa pikir panjang melapor ke media. Hah, ini juga merupakan hal yang tidak bisa kami (team) terima. Mengapa yang seperti ini dijadikan kebiasaan? Mengapa bangga memiliki kebiasaan seperti ini? Menurut saya hal yang buruk tidak bisa dan tidak boleh dianggap biasa. Huftttttt.. apakah saya yang terlalu keras? Atau saya yang semakin sulit beradaptasi dengan lingkungan?

Saya, beberapa hari yang lalu jatuh sakit. Badan rasanya tidak karuan, hidung mampet, dan batuk-batuk terus. Saya dihari-hari itu sempat berfikit untuk segera menyudahi pengabdian ini. Ya Allah, lemah sekali niat hambaMu ini. Jadi berandai-andai bagaimana kalau saya pengabdian sejak dulu? Mungkin semakin mudah ambruk. Memang benar timeline pengabdian sangat tepat untuk saya saat ini, karena saya yang sekarang jauh lebih berpengalaman dan berani. Belum lagi kehadiran teman-teman yang sangat mensupport saya terutama saat saya sedang sakit.

Hah, dari sekian banyak hal yang membuat saya home sick, kehadiran teman-teman saya adalah penghibur dan sebuah rezeki yang patut disyukuri. Semoga kekompakan dan kasih sayang kami bertahan hingga dua tahun kedepan.

 

Aku yang menyanyangi keluarga RUKUNS,


Comments

Popular posts from this blog

.

 Assalamu'alaikum, Alhamdulillah masih ada waktu walau sedikit untuk menuliskan semua gundah gulana di hati (cielah). Ternyata setelah 1 tahun setelah berada di tempat yang asing, hari-hari terasa lebih cepat berlalu dibandingkan 1 tahun pertama. Aku yang sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar (sapi yang berkeliaran, sampah yang harus dibakar, atau cuaca yg berubah-ubah seperti hatiku yang berubah-ubah). Aku jadi lebih enjoy dan lebih pasrah menangani pasien yang attitudenya membuat sakit hati (gak semuanya ya), menghadapi ketokan-ketokan maut yang bikin kaget, sabar menghadapi perawat atau bidan yang sering miss komunikasi denganku, atau menghadapi orang-orang yang unik. Semuanya menjadi lebih baik lagi setelah aku memutuskan untuk praktek di apotik teman, yang kemudian mengantarkanku mengenal banyak orang yang ternyata asik. Kegiatan-kegiatan IDI juga membuatku lebih bersemangat belajar. Ternyata berkenalan, sharing, dan saling konsul dengan teman sejawat itu bisa menjadi mo

Mencoba hidup sehat versi Heidi 2

Setelah 1 tahun menjadi vegan dengan cheating day ku sehari setiap minggu. Aku akhirnya memutuskan untuk kembali menjadi manusia omnivora, alasannya karena ditempat ku tinggal sekarang, jenis sayuran sangat terbatas dan sulit untukku memenuhi kebutuhan gizi ku. Anyways aku akan tulis tentang beberapa penelitian mengenai vegetarian di next tulisan blog ku. Oiya, vegetarian dan vegan itu beda ya. Vegetarian adalah hanya makanan sayur (plant-based) dan tidak makan hewani, contoh daging ayam, sapi, ikan tapi masih mengonsumsi makanan-makanan yang asalnya dari hewani, contoh telur, susu, keju, madu. Nah kalau vegan tidak mengonmsi makanan jenis apapun yang berasal dari hewani. Kesimpulanya vegan hanya makan sayur dan buah-buahnya saja.  Kalau aku sendiri pengalaman jadi vegan itu benar-benar mendetok tubuhku. Nafsu makan sama makan-makanan receh pun berkurang dratis setelah memutuskan jadi vegan. Tapi, berat badan bukan lagi jadi tujuan utama. Karena kalau fokus sama BB kita hanya fokus sam

Mencoba hidup sehat versi Heidi

 Assalamu'alaikum,  Akhir-akhir ini masyarakat sudah banyak yang sadar dan "mencoba" pola hidup sehat, terutama di daerah perkotaan. Alih-alih ingin sehat, turunnya timbang badan juga merupakan tujuan utama orang-orang mengubah pola hidupnya. Sejak tahun 2018 begitu pindah dari kota belajarku tercintah (Purwokerto) ke Jakarta. Aku mengalami perubahan dratis pola makan, menjadi sangat tidak sehat. Minuman boba, es kopi ala2 kenangan masa lalu yang suram, atau fast food yang tinggal kepeleset dapet membuatku kalap. Dari yang setiap minggu lari sore menjadi setiap minggu minum boba dan makan gorengan, Berat badanku yang masih di angka 50an melonjak dratis ke angka 60an. Sampai-sampai masalah jerawat yang sudah solved tiba-tiba muncul lagi dan muncul berbagai macam alergi kulit lainnya. Antibiotik yang awalnya fine2 aja tiba2 bikin alergi. Sampai pada akhirnya tubuhku memborantak, luka kecil di kaki berubah jadi eksim parah yang menyerang seluruh tubuh, sampai banyak yang men