Skip to main content

Senyuman Buat Sang Dokter

Sekarang aku ngerti, kenapa di luar sana masih banyak dokter yang rela ga digaji, yang rela masuk ke pelosokan yang rela berpanas2an, makan seadanya karena mengikuti kegiatan sosial atau rela menghabiskan waktunya di rumah sakit dengan tulus..

Malam itu, sabtu malam sebelum osce digest dimulai, aku dan Fifi duduk berdua kayak orang ilang di antara anak Wikupala dan anak sma-mahasiswa yang ikuta acara lomba lintas alam Wikupala. Saat itu kami yang bertugas sebagai tim medis ikut TM dengan para peserta lomba itu. Di sana aku memberikan sedikit sosialisasi kepada para peserta, biar galupa makan, bawa obat pribadi, sama mencacat semua RPDnya.

Sehabis TM selesai aku dan Fifi memutuskan untuk tinggal di ruangan itu sambil menunggu senior kami, mas Khoirur Rijal (aka mas Ijal), tiba-tiba dateng seorang panitia yang bilang klo ada peserta yang sakit. Spontan aku sama Fifi sama-sama syok, karena kami sama-sama punya pengalaman yang bisa dibilang masih sedikit banget dalam menangi pasien saat menjadi P2. Fifi yang ragu untuk jalan duluan akhirnya menyuruhku untuk kesana duluan, aku sambil memakai sendal, bertanya2 dalam hati, aduh piye? ini anak kenapa ya kira2? kenapa mas Ijal ga lekas datang sih? halah halah, nnti keliatan p2 gadungannya.

Aku yang sebenernya panik dalam hati, mencoba untuk tetep biasa aja. Sambil mengingat materi2 diksar, mbokan kasus anak ini ada di materi itu. Sampailah aku, Fifi di ruangan anak itu. Ruangan di sebuah SD yang sudah di sekat dibagian tengahnya o/ panitia (kyknya) dan ada tempat buat tidur di samping sekatnya, aku dan Fifi mndekati anak itu, anak SMA, perempuan, pakai kerudung, tampak lemas, tapi masih sadar sepenuhnya. Temannya dua cowo dan satu perempuan bilang kalau dia memang sering kayak gitu. Alah, klo emg sering kayak gini kenapa disuruh ikut lomba lintas alam sih? cari mati aja!

Akhirnya aku coba buat nanya2 di sebelah mana sakitnya, klo gasalah inget dia bilang lemes aja, terus dia juga bilang klo kakinya kadang2 suka tiba lemes pas di sekolah klo ada kegiatan yang menguras tenaga, kata dokternya sih dlu dia asma (klo gasalah inget) tapi diobatin ga sembuh-sembuh. Penyakit apakah itu? kecapean doang? kurang makan? hipoglikemi? atau mungkin ada Melas Syndrome. Oke for you know, cerita dlu pas nonton film Top Medical Team ini keluar sindrom melas, dan si pasiennya ini punya kelemahan di kakinya sebelah kiri klo gasalah, jadi deh kepikiran ini, tapi btw naudzubillah deh jangan sampai adek itu punya sindrom ini..

Back to topic, aku merasa panik banget saat itu, gatau harus ngapain, gatau harus gimana. Terus aku inget gimana wolesnya dan tenangnya mba Ai saat nanganin dua pasien sekaligus waktu di perlombaan silat di unsoed, aku yang saat itu merasa ga profesional banget dan panik banget, terbantu banget ama mba Ai yang sikapnya bsia sesantai itu, so aku berusaha setenang mungkin, setidaknya di mata mereka aku harus keliahatan tenang.

Akhirnya aku tanya dia sesak nafas atau engga? punya alergi atau enggak? Tapi dia bantah semua, so, aku tanyalah dia, " uda makan blum?"
"udah mbak tadi"
"terakhir kapan emang?"
"tadi siang mbak"
"owalah, ya udah lama atuh klo gitu, makan yaa mau kan?"
"gak mau ah mbak"
hmm.. kayanya terjawab juga nih kasus pasien ini, menurutku sih untuk saat ini dia sedang hipoglikemi (aka kurang makan/glukosa), aku suruhlah temen2nya ambil teh manis. Tapi ternyata anak ini rada rewel, dia gasuka teh!! akhirnya aku coba metode ala dokter2 di pilem2, aku mencoba untuk bersikap lembut dan perhatian sama dia..
"Dek, kayaknya adek ini kurang makan jadi lemes. Nah, biar galemas lagi minum teh manisnya biar kasih energi, oke? biar adek ga lemes lagi." aku ngomong kayak gitu sambil megangin tangannya sambil erus bujuk anak itu. Akhinya dia ngangguk dan mau minum teh manis. Terus aku suruh temennya kasih minyak kayu putih biar dia ngerasa anget. Semoga aja emang karena kurang makan.

Karena merasa tugasku udah selese, aku dan Fifi berniat untuk keluar dr ruangan itu, tiba-tiba adek itu megang tangan aku terus manggil-manggil.
"mbak"
"iya dek kenapa?" halah opo maning iki
"makasih ya mbak uda ngebantuin" kata dia sambil senyum ke aku. Tiba-tiba aku merasa terharu, walaupun senyumnya dia lemas, tapi senyum ikhlas menurutku. Baru sekali selama aku jadi p2 atau ikut acara sosial, ada pasienku yang senyum dan bilang makasih kayak gitu. 

Buat aku, ini bukan cuman sekadar bentuk penghargaan karena udah membantu adek itu, tapi ini memberikan kepuasaan tersendiri buat aku, ketika orang lain terbantu atau mungkin sembuh karena bantuanku. Saat itu aku sadar, kenapa alasan para dokter mau bercapek mengurusi pasiennya. Karena senyuman dari setiap pasien yang merasa ditemani, merasa didengar keluhannya, dan kalau memang diizinkan oleh Tuhan untuk sembuh itu lebih berharga dan lebih terasa menyenangkan di hati dibandingkan sejumlah uang.

Semoga saja, aku dan teman-teman sejawatku nanti bisa menjadi dokter yang tulus, yang bukan sekedar mencari uang tapi juga menciptakan sebuah Senyuman Buat Sang Dokter dari pasien yang di rawatnya. Aamiin..


H-3 Biopkmb 2014


HDM


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mencoba hidup sehat versi Heidi 2

Setelah 1 tahun menjadi vegan dengan cheating day ku sehari setiap minggu. Aku akhirnya memutuskan untuk kembali menjadi manusia omnivora, alasannya karena ditempat ku tinggal sekarang, jenis sayuran sangat terbatas dan sulit untukku memenuhi kebutuhan gizi ku. Anyways aku akan tulis tentang beberapa penelitian mengenai vegetarian di next tulisan blog ku. Oiya, vegetarian dan vegan itu beda ya. Vegetarian adalah hanya makanan sayur (plant-based) dan tidak makan hewani, contoh daging ayam, sapi, ikan tapi masih mengonsumsi makanan-makanan yang asalnya dari hewani, contoh telur, susu, keju, madu. Nah kalau vegan tidak mengonmsi makanan jenis apapun yang berasal dari hewani. Kesimpulanya vegan hanya makan sayur dan buah-buahnya saja.  Kalau aku sendiri pengalaman jadi vegan itu benar-benar mendetok tubuhku. Nafsu makan sama makan-makanan receh pun berkurang dratis setelah memutuskan jadi vegan. Tapi, berat badan bukan lagi jadi tujuan utama. Karena kalau fokus sama BB kita hanya fokus...

Say no to "Uda biasa ko" pada hal-hal yang buruk !

  Tulisan saya didedikasikan untuk pengalaman pribadi saya yang muak dengan orang-orang yang percaya dengan “kebiasaan” hal buruk, yang muak dengan orang-orang malas yang tidak mau keluar dari zona nyamannya, yang kesal dengan diri saya sendiri yang ternyata masih stuck disitu-situ saja. Kebiasaan buruk, seperti buang sampah sembarang, simpan barang sembarangan, atau bahkan tidak mengembalikan sesuatu ke tempat asal adalah hal sepele yang sangat berdampak besar. Kebiasaan seperti ini seharusnya tidak tumbuh di kalangan petugas kesehatan. Mulai dari dokter sampai dengan pahlawan kesehatan yang menurut saya sangaat penting, yaitu cleaning service. Bukankah dalam mewujudkan kesehatan bersama perlu didahului dengan kesehatan individu? Maksud saya disini adalah kepedulian individu terhadap kesehatan itu sendiri.   Saya adalah orang yang percaya bahwa kesehatan diawali dari hal-hal yang bersih. Dalam prinsip aseptic anti septic yang kami lakukan saat melakukan tindakan steril,...

?

Jadi, senin sore, 15 Juni 2015 aku masih ngeliatin foto itu. Masih, di sela-sela waktu kami mengobrol hal yg prognosisnya dubia et bonam (semoga aja bonam). "Semangat hei" kata Fita sama Fifi. "I'm Okay" jawabku, dan memang lagi baik-baik aja, setidaknya saat itu, saat aku memang harus baik-baik aja. Tapi aku gaktau beberapa bulan lagi, atau beberapa tahun lagi waktu aku lihat foto itu, aku bakal tetep baik-baik aja atau enggal. Satu hal yang aku tau banget dari diriku adalah aku bisa mengotrol diriku (baca=perasaan, mood) sekarang, tapi aku ga bisa memastikan aku bisa mengontrol masa depan. Pengertian rumitnya adalah aku bisa mengontrol diriku saat ini pada sesuatu hal yg terjadi padaku dengan keadaan yang memang bisa mendukungku, tapi di saat aku menghadapi hal itu lagi atau cuman sekedar mengingat hal itu di masa depan aku bisa galau tingkat dewa. Jadi, aku bisa mengotrol sekarang, tapi aku ga bisa memastikan aku bisa mengontrol masa depan. Jadi (lagi), mu...