Skip to main content

Mengapa saya? Mengapa bukan saya?

Selamat malam, malam ini sy baru saja dapet tulisan menarik dan ini membuat saya lebih percaya diri dan semangat ketika diberi amanah atau tidak. Menjawab segala kegundahan hati ketika tidak diterima di 2 kepanitian dan juga ketika suatu amanah besar tiba-tiba datang menghampiri saya, dan ketika besok sy harus wawancara untuk yah kembali lagi memikul amanah dengan menjadi staff di Kementerian KBMK UNSOED. Yaudalah yaa.. langsung check it out ajah :)


Mengapa Saya, Mengapa Bukan Saya?


Mengambil pelajaran dan hikmah, bisa kita lakukan dimanapun dan dari siapapun. Hikmah itu bersifat universal, bisa diambil dari semua kejadian dalam kehidupan. Mari sedikit balajar dari seorang Arthur Ashe.
Ia adalah petenis kulit hitam dari Amerika yang berhasil memenangkan tiga gelar juara Grand Slam, yaitu US Open (1968), Australia Open (1970), dan Wimbledon (1975). Pada tahun 1979 ia terkena serangan jantung yang mengharuskannya menjalani operasi bypass. Setelah dua kali operasi, bukannya sembuh ia malah harus menghadapi kenyataan pahit, terinfeksi HIV melalui transfusi darah yang ia terima.
Seorang penggemarnya menulis surat kepadanya, “Mengapa Tuhan memilihmu untuk menderita penyakit itu?”
Ashe menjawab, “Di dunia ini ada 50 juta anak yang ingin bermain tenis, di antaranya 5 juta orang yang bisa belajar bermain tenis, 500 ribu orang belajar menjadi pemain tenis profesional, 50 ribu datang ke arena untuk bertanding, 5000 mencapai turnamen grandslam, 50 orang berhasil sampai ke Wimbeldon, empat orang di semifinal, dua orang berlaga di final”.
”Dan ketika saya mengangkat trofi Wimbledon”, lanjut Ashe, “Saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan : Mengapa saya? Jadi ketika sekarang saya dalam kesakitan, tidak seharusnya juga saya bertanya kepada Tuhan : Mengapa saya?”
Ah, itu cerita jadul yang sudah sangat sering kita baca di buku-buku motivasi dan cerita dari mulut ke mulut. Namun yang jelas, Ashe bisa melakukannya. Sekarang saatnya bertanya kepada kita, apakah kita mampu bersikap positif seperti Ashe. Sangat jauh membandingkan diri kita dengan generasi salaf, apalagi para sahabat, apalagi para Nabi. Masyaallah, dimana posisi diri kita dibanding mereka ?
Sekarang bandingkan diri kita dengan seorang Ashe saja. Bisa jadi, dia bukan siapa-siapa dalam kehidupan dakwah kita. Cobalah bersikap jujur, bagaimana penilaian kita atas sikap positif Ashe?
Saat kita menerima sebuah amanah dalam dakwah, berupa posisi kepengurusan, posisi kepemimpinan, posisi jabatan publik, dan lain sebagainya, kita terima dan kita laksanakan dengan segenap kemampuan yang kita punya. Kita tidak perlu bertanya, “Mengapa saya?” Sudahlah, laksanakan saja amanah itu.
Maka pada saat kita tidak terpilih, tidak mendapat amanah, tidak menempati posisi-posisi penting, tidak mendapatkan jabatan atau kepemimpinan seperti yang kita inginkan, mestinya kita juga tidak perlu bertanya, “Mengapa bukan saya?”
Ya, mengapa dia yang mendapat amanah itu, mengapa bukan saya? Sombongnya kita, jika menganggap kader lain lebih rendah kualitasnya dibanding dengan diri kita. Seakan hanya kita yang bisa melaksanakan amanah dengan penuh keberhasilan dan kesuksesan. Seakan hanya kita yang mampu mengukir sejumlah prestasi. Seakan kader lain –semuanya—memiliki kualitas yang jauh di bawah kita. Masyaallah.
Demikian pula saat amanah diambil kembali dari diri kita, dan diberikan kepada orang lain. Padahal kita tahu bahwa kita mampu melakukannya, namun mengapa amanah ini diambil, mengapa tidak dipercayakan lagi kepada saya, mengapa diberikan kepada dia, apa kelebihan dia dari saya, apa masalah saya sehingga saya tidak lagi dipercaya ? Bukankah tidak layak kita menggugat keputusan syura dan mempersoalkan pengalihan amanah ini ?
“Mengapa saya yang diambil amanahnya? Mengapa bukan yang lainnya?”
“Mengapa saya yang tidak diberi kepercayaan memegang amanah jabatan itu?”
“Mengapa dia yang mendapatkan posisi, mengapa bukan saya?”
Wah, kalah dong sama si Ashe. “Di dunia ini ada 50 juta anak yang ingin bermain tenis, di antaranya 5 juta orang yang bisa belajar bermain tenis, 500 ribu orang belajar menjadi pemain tenis profesional, 50 ribu datang ke arena untuk bertanding, 5000 mencapai turnamen grandslam, 50 orang berhasil sampai ke Wimbeldon, empat orang di semifinal, dua orang berlaga di final”.
Kalau kita mendapatkan sesuatu amanah dalam dakwah, kerjakan dengan segenap kemampuan. Kalau kita tidak mendapatkan sesuatu amanah sesuai yang kita inginkan, bersyukurlah karena bisa melakukan banyak hal dalam peran-peran fungsional lainnya. Tidak perlu galau dan risau. Apalagi sampai sakit hati dan mendramatisir situasi.
Jadi, gue harus bilang “waww” gitu ? Sambil lompat ?
Biasa aja kaleee………
jangan lupa kunjungi blog aslinya yaa.. semoga untuk yang baca yg lagi galau tentang masalah amanah, jabatan, dll bertemu dengan jawaban dan pilihan terbaik. Barakallah semuanya.. :)

Comments

Popular posts from this blog

Selamat Ulang Tahun Mama! (Kumpulan foto kurang jelas yang dilakukan bersama-sama)

 13/04/69 Selamat ulang tahun mama sayang, terimakasih telah menjadi wanita paling kuat yang selalu melindungi kakak, terimakasih atas semua perhatian, pengorbanan yang mama kasih. Mama adalah tipe ideal seorang ibu, tegas, penyayang, dan pelukan mama selalu berhasil membuat kakak dan adik tenang. Semoga Allah selalu melindungi, menyayangi, melancarkan rezeki mama, dan memberikan kesehatan selalu kepada mama. Semoga anak-anakmu kelak bisa membanggakanmu, membantumu, menemanimu, di dunia maupun di akhirat kelak Nb :Akhirnya selama bertahun-tahun tidak pernah bisa merayakan pas di hari ulang tahun, tahun ini bisa juga pulang ke Bandung walaupun harus pulang pergi hanya untuk ketemu sama mama.  Anakmu yang senang merantau dan mencintaimu, HDM tebak apakah ada kemiripan diantara kami bertiga? cantiknya mamaku sengaja makan cuman bertiga tidak mengajak pasangan masing-masing anak ibu Mufida yang kedua dan ketiga, keduanya sudah bosan dibilang tidak mirip OOTD edisi ramadhan (headse...

Mencoba hidup sehat versi Heidi 2

Setelah 1 tahun menjadi vegan dengan cheating day ku sehari setiap minggu. Aku akhirnya memutuskan untuk kembali menjadi manusia omnivora, alasannya karena ditempat ku tinggal sekarang, jenis sayuran sangat terbatas dan sulit untukku memenuhi kebutuhan gizi ku. Anyways aku akan tulis tentang beberapa penelitian mengenai vegetarian di next tulisan blog ku. Oiya, vegetarian dan vegan itu beda ya. Vegetarian adalah hanya makanan sayur (plant-based) dan tidak makan hewani, contoh daging ayam, sapi, ikan tapi masih mengonsumsi makanan-makanan yang asalnya dari hewani, contoh telur, susu, keju, madu. Nah kalau vegan tidak mengonmsi makanan jenis apapun yang berasal dari hewani. Kesimpulanya vegan hanya makan sayur dan buah-buahnya saja.  Kalau aku sendiri pengalaman jadi vegan itu benar-benar mendetok tubuhku. Nafsu makan sama makan-makanan receh pun berkurang dratis setelah memutuskan jadi vegan. Tapi, berat badan bukan lagi jadi tujuan utama. Karena kalau fokus sama BB kita hanya fokus...

Setelah 1 Tahun Menjadi Residen

 Ternyata yang sulit itu bukan menjadi paling baik, menjadi si paling ambis atau menjadi si paling rajin Yang sulit itu menjadi si paling biasa-biasa aja, si paling istiqomah Menjadi residen, menjadi mark dalam kehidupanku, ternyata kehidupan yang menurutku sulit selama di Muna Barat tidak jauh lebih berat dari kehidupan residen yang 3 bulan pertama kuhabiskan dengan menangis. Pulang malam, berangkat pagi, tekanan dari senior, tuntutan tim stase, juga tuntutan diri untuk tidak dianggap jelek menjadi makanan sehari-hari. Pernah dicap si tukang jawab atau dibilang lamban. Ada senior yang tampak suka dengan ku, ada juga yang anti dengan ku. Ada yang sabar dan ngajarin, ada yang maunya semuanya selesai tanpa membantu sekali. Ada stase yang menyenangkan seperti delsuite 1A ku, ada stase yang meninggalkan memori buruk, tapi ada stase yang mengalir begitu saja. Ada teman stase yang sangat suportif, menjadi teman menangis, teman menyemangati, saling mengingatkan sholat dan istiqomah sepert...