Skip to main content

TMK (1)

Tim medis keliling atau TMK adalah salah satu program kerja kami, dimana tim medis melakukan kunjungan ke pulau dan membuka pengobatan gratis. 19/08/21 kami melakukan kunjugan TMK pada 2 pulau terjauh yaitu Pulau Bero (Desa Mandike) dan Pulau Tiga (Desa Bero). Perjalanan memerlukan waktu kurang lebih 1 jam dengan katitinting kesayangan kami, yaitu katintingnya bapak Mawa.

Pukul 08.18 WITA kami sudah bersiap pergi menuju pulau dikarenakan ombak yang kencang (bila terlalu sore kami pulang) dan hujan yang sering kali turun. Akhir-akhir ini memprediksi cuaca dan musim sulit dilakukan, padahal seharusnya di bulan Agustus cuaca panas dan ombak sedang.

Saya duduk di samping bu Emi, PJ Tuberculosis sambil menghabiskan waktu dengan membaca buku yang saya download dari Google Book. Pukul 09:26 kami sampai di Desa Mandike, desa terjauh di wilayah kami. Desa ini diduduki oleh mayoritas orang Bugis, pasirnya adalah pasir putih yang photoable, dengan Sebagian tumbuhan seperti kelor, ubi, dan jenis tanaman lainnya yang ternyata masih bisa tumbuh di bagian tengah pulau.

Masyarakat yang berobat di sana ternyata sedikit sekali, ibu dan balita yang mengikut kegiatan posyandu juga sangat sedikit. Saya sempat kesal karena beberapa alat penting untuk posyandu tidak ada, seperti alat ukur tinggi, suhu badan, dan lingkar kepala. Belum lagi, pembagian vitamin A yang belum dilakukan. Ah, memang saya masih belum terbiasa mengamati dan mengingatkan teman-teman tim posyandu dan TMK sebelum kegiatan di mulai. Alangkah senangnya saya dulu, ketika semua yang harus dibawa dan dilakukan sudah dikerjakan tanpa saya yang mengingatnya. Ditambah lagi ternyata ibu-ibu kader disana belum cukup cekatan dalam mengajak dan memantau warga-warganya. Padahal kami menemukan satu anak dengan status gizi kurang dan stunting.

Pukul 12:00 WITA kami melanjutkan perjalanan ke Desa Bero, Pulau Tiga yang ditempuh kurang lebih hanya 15 menit. Desa ini, menurut saya lebih maju dan lebih bersih dibandingkan desa-desa lainnya, selain penggunaan jentzen mereka juga menggunakan solar energy atau panel surya untuk kebutuhan listrik mereka. Namun, sama seperti halnya Desa Mandike, masyarakat yang berobat masih sangat sedikit.

TMK kali ini membuat saya sedih menyadari pelayanan TMK dimata saya masih jauh dari standar. Biskuit untuk memenuhi kebutuhan gizi pun belum dialokasikan dengan tepat. Penggunaan obat-obatan dan ketersediaan obatpun masih jauh dari cukup. Terlebih saya sendiri, masih jauh dari cerdas dan cekatan. Catatan ini memang sengaja saya buat, agar semua memori saya tentang perjalanan kegiatan program puskesmas saya ingat, yang nantinya saya harap bisa menjadi bahan evaluasi untuk kegiatan-kegiatan berikutnya. Jangan sampai kegiatan TMK kali ini hanya dilaksanakan untuk mengugurkan kewajiban saja.

 

Saya, yang masih belajar

Tondasi, 20/8/21

 

 

 

Heidi


Dermaga Bero

ATLM ku yang selalu kupaksa ikut untuk periksa Hb pasien



Comments

Popular posts from this blog

Mencoba hidup sehat versi Heidi 2

Setelah 1 tahun menjadi vegan dengan cheating day ku sehari setiap minggu. Aku akhirnya memutuskan untuk kembali menjadi manusia omnivora, alasannya karena ditempat ku tinggal sekarang, jenis sayuran sangat terbatas dan sulit untukku memenuhi kebutuhan gizi ku. Anyways aku akan tulis tentang beberapa penelitian mengenai vegetarian di next tulisan blog ku. Oiya, vegetarian dan vegan itu beda ya. Vegetarian adalah hanya makanan sayur (plant-based) dan tidak makan hewani, contoh daging ayam, sapi, ikan tapi masih mengonsumsi makanan-makanan yang asalnya dari hewani, contoh telur, susu, keju, madu. Nah kalau vegan tidak mengonmsi makanan jenis apapun yang berasal dari hewani. Kesimpulanya vegan hanya makan sayur dan buah-buahnya saja.  Kalau aku sendiri pengalaman jadi vegan itu benar-benar mendetok tubuhku. Nafsu makan sama makan-makanan receh pun berkurang dratis setelah memutuskan jadi vegan. Tapi, berat badan bukan lagi jadi tujuan utama. Karena kalau fokus sama BB kita hanya fokus...

Say no to "Uda biasa ko" pada hal-hal yang buruk !

  Tulisan saya didedikasikan untuk pengalaman pribadi saya yang muak dengan orang-orang yang percaya dengan “kebiasaan” hal buruk, yang muak dengan orang-orang malas yang tidak mau keluar dari zona nyamannya, yang kesal dengan diri saya sendiri yang ternyata masih stuck disitu-situ saja. Kebiasaan buruk, seperti buang sampah sembarang, simpan barang sembarangan, atau bahkan tidak mengembalikan sesuatu ke tempat asal adalah hal sepele yang sangat berdampak besar. Kebiasaan seperti ini seharusnya tidak tumbuh di kalangan petugas kesehatan. Mulai dari dokter sampai dengan pahlawan kesehatan yang menurut saya sangaat penting, yaitu cleaning service. Bukankah dalam mewujudkan kesehatan bersama perlu didahului dengan kesehatan individu? Maksud saya disini adalah kepedulian individu terhadap kesehatan itu sendiri.   Saya adalah orang yang percaya bahwa kesehatan diawali dari hal-hal yang bersih. Dalam prinsip aseptic anti septic yang kami lakukan saat melakukan tindakan steril,...

?

Jadi, senin sore, 15 Juni 2015 aku masih ngeliatin foto itu. Masih, di sela-sela waktu kami mengobrol hal yg prognosisnya dubia et bonam (semoga aja bonam). "Semangat hei" kata Fita sama Fifi. "I'm Okay" jawabku, dan memang lagi baik-baik aja, setidaknya saat itu, saat aku memang harus baik-baik aja. Tapi aku gaktau beberapa bulan lagi, atau beberapa tahun lagi waktu aku lihat foto itu, aku bakal tetep baik-baik aja atau enggal. Satu hal yang aku tau banget dari diriku adalah aku bisa mengotrol diriku (baca=perasaan, mood) sekarang, tapi aku ga bisa memastikan aku bisa mengontrol masa depan. Pengertian rumitnya adalah aku bisa mengontrol diriku saat ini pada sesuatu hal yg terjadi padaku dengan keadaan yang memang bisa mendukungku, tapi di saat aku menghadapi hal itu lagi atau cuman sekedar mengingat hal itu di masa depan aku bisa galau tingkat dewa. Jadi, aku bisa mengotrol sekarang, tapi aku ga bisa memastikan aku bisa mengontrol masa depan. Jadi (lagi), mu...